PPID Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk

Kementerian Pertanian Republik Indonesia

PPID Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk

BSIP BERKARYA: WEBINAR "KONDISI LAHAN PERTANIAN INDONESIA SAAT INI"




 BSIP BERKARYA: WEBINAR "KONDISI LAHAN PERTANIAN INDONESIA SAAT INI"

Bogor 30 Oktober 2024, BPSI Tanah dan Pupuk ikut serta berpartisipasi pada webinar yang bertajuk "Kondisi Lahan Pertanian Indonesia Saat Ini" yang diadakan oleh Segolab. Adapun narasumber yang mengisi webinar ini antara lain Kepala BPSI Tanah dan Pupuk Dr. Ladiyani Retno Widowati, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc, Guru Besar dan Kepala Pusat Studi Sawit IPB. Acara webinar yang dimoderatori oleh Prof.Dr.Ir. Sukarman, M.S ini diselenggarakan secara online dan diikuti oleh 100 peserta.
Acara dibuka langsung oleh Arief Setiawan, S.T., M.Si. selaku Direktur Segolab. Dalam pembukaannya Arief mengungkapkan tantangan di sektor pertanian terkait alih fungsi lahan serta menurunnya minat anak muda Indonesia terhadap sektor pertanian. Arief berharap melalui acara ini dapat memberikan insight lebih komprehensif terkait kondisi lahan pertanian di Indonesia. Acara webinar dilanjutkan dengan pamaparan materi yang berjudul “Identifikasi karakteristik tanah pertanian di Indonesia” oleh Kepala BPSI Tanah dan Pupuk Dr. Ladiyani Retno Widowati. Dalam paparannya Ladiyani menjelaskan karaketristik tanah di Indonesia sangat beragam karena dipengaruhi oleh bahan induk tanah, curah hujan, topografi serta pengelolaannya. Daerah timur Indonesia cenderung memiliki curah hujan yang rendah yang mengakibatkan variasi tanah di daerah timur lebih sedikit dibandingkan dengan daerah barat dimana curah hujan tinggi dan variasi tanah juga semakin banyak. Lebih lanjut Ladiyani menjelaskan untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah perlu dilakukan analisis di laboratorium sehingga ketepatan dan keterwakilan sampel tanah yang diambil menjadi sangat krusial. Sampling yang tidak sesuai akan menyebabkan rekomendasi yang dihasilkan tidak baik.
Luas lahan sub optimal yang merupakan lahan dengan produktivitas rendah memiliki luas yang sangat tinggi di Indoensia sehingga harus dioptimalisasi untuk memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Ladiyani mengungkapkan laju penduduk Indonesia 1,25% atau 3,4 juta jiwa/tahun membutuhkan tambahan 0,6 juta ton GKG/tahun. Hal ini menyebabkan kejar-kejaran antara produksi dan pemenuhan kebutuhan pangan yang diperparah lagi dengan alih fungsi lahan 96.500 ha/tahun yang mengakibatkan kehilangan hasil produksi 1 juta ton/tahun. “Tanah yang sehat adalah tanah yang memiliki kapasitas yang berkelanjutan, berfungsi sebagai ekosistem hidup vital yang menopang tanaman, hewan, dan manusia’ ujar Ladiyani. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi tanah adalah C-organik, Dimana saat ini telah terjadi penurunan kandungan c-organik tanah sawah di Pulau Jawa sehingga berpengaruh terhadap potensi hasil produksi pertanian.   
Pemaparan selanjutnya dilakukan oleh Prof. Budi Mulyanto yang menjelaskan mengenai kondisi lahan pertanian di Indonesia. Budi mengungkapkan Indonesia merupakan negara besar dengan 17.000 pulau dan luas area daratannya 980 juta ha serta jumlah penduduknya mencapai 282 juta juta jiwa. 
Berdasarkan data sebaran jenis lahan sawah, luas dan rata-rata produktivitas terungkap produksi maksimal hanya mencapai 5,4 – 5,5 ton/ha bahkan di luar Pulau Jawa hanya mencapai 1,5-2 ton/ha. Berbagai teknologi sudah siap tinggal bagaimana untuk melaksanakannya. Budi mencontohkan, Cina sudah bisa merubah gurun menjadi lahan pangan seyogyanya Indonesia pun bisa. Luas lahan pertanian per kapita Indonesia merupakan yang paling rendah diantara negara pertanian yang lain seperti India, Amerika Serikat dan Vietnam. Menurut Budi, dari data tersebut terlihat kita punya masalah dengan luas lahan pertanian termasuk lahan pangan dan sawah sehingga kita masih perlu impor kebutuhan pangan. Luas daratan Indonesia yang mencapai 190 juta ha tetapi 2/3 luasan merupakan kawasan hutan yang tidak bisa digunakan untuk budidaya pertanian sehingga hanya 1/3 saja yang dapat dimanfaatkan. Budi menjelaskan pembangunan pertanian sangat diperlukan karena jumlah penduduk terus naik, lahan pertanian per kapita terus menurun sementara impor pangan terus meningkat.
Setelah pemaparan oleh kedua narasumber, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi. Peserta menyampaikan berbagai pertanyaan terkait materi yang disampaikan oleh kedua narasumber dengan sangat antusias. Melalui webinar ini diharapkan dapat menambah wawasan para peserta terkait pentingnya menjaga kondisi kesehatan dan kesuburan tanah guna mendukung pertanian yang berkelanjutan dan mendukung program swasembada pangan Indonesia. (LP, AFS, M.Is, Mtm).